Minggu, 20 Maret 2011

 Liem Swie King
Mengenang King Menguasai All England
Liem Swie King (sumber foto : kaskus.us)
Tahun 1974 publik Wembley London tersentak dengan loncatan smashnya yang lain dari biasanya. Remaja yang baru duduk di bangku kelas III SMA Negeri Kudus menampikan gaya permainan modern. Liem Swie King hadir untuk pertama kalinya pada kejuaraan All England di Stadion Wembley London dengan speed and power, permainan yang mengandalkan kecepatan dan kekuatan stamina. Liem Swie King mempunyai senjata utama berupa smash yang keras dan tajam. Ketajaman arah bola di hasilkan dari lompatannya yang tinggi saat melakukan smash. Selain itu, King, demikian biasa ia dipanggil mempunyai pukulan lob yang dalam dan mengarah tipis ke pojok baseline lawan. Jumping Smash King dipadukannya dengan drop shot yang tajam menukik ke pojok net lawan. Satu lagi kelebihan King adalah bola pengembalian flick yang saat itu disebut-sebut salah satu yang terbaik.

Impian King saat kecil untuk bisa bermain di turnamen besar seperti All England akhirnya terwujud. Meski masih belia, ia di hargai menjadi unggulan ke enam, dibawah Rudy Hartono yang berada di puncak pimpinan unggulan, Christian yang menempati unggulan ke lima serta Tjun Tjun yang ada di unggulan ke tiga. Sebagai pemain debutan, penampilan perdana di All England, ia hanya bisa menapak pada babak delapan besar. Sebelumnya di babak pertama Horst Losche takluk di tangannya dengan 15-5, 18-15. Berlanjut di babak kedua pemain Norwegia K. Engebretsen kalah dengan 15-2, 15-3. Di babak perdelapan final J Helledie dari Denmark mampu dihentikannya dengan 15-3, 15-14. Sayang ia harus terhenti pada babak perempat final dari pemain Denmark lainnya yang lebih berpengalaman Svend Pri dengan 5-15, 5-15. Gelar juara pada waktu itu di rebut oleh Rudy Hartono yang mengalahkan pemain Malaysia, Puch Gunalan.

Di Tahun kedua mengikuti All England pada tahun 1975, prestasi King turun satu tingkat. Ia hanya bisa masuk babak perdelapan final setelah kalah dari Jago Denmark Flemming Delfs. Sebelumnya di babak pertama King bisa mengalahan David Hutchinson dengan 15-7, 15-0 dan menundukkan pemain nomor dua Swedia saat itu Thomas Kihlstroem dengan 15-12, 15-10.

Prestasi King meroket di tahun 1976. Pada kali ke tiga ia mengikuti All England, partai puncak berhasil di tembusnya. Sayangnya pada partai final, King tak berkutik saat menghadapi seniornya Rudy Hartono, King bermain di bawah permainan terbaiknya dan menyerah dengan 7-15, 6-15. Padahal di babak perempat final ia bisa mengalahkan sang juara bertahan Svend Pri dengan 18-17, 15-2.

King kembali gagal menjadi juara dalam ambisinya yang ke empat di 1977. Di partai final, lagi-lagi King dikalahkan jagoan Denmark Flemming Delfs dengan 17-15, 11-15, 8-15. Padahal sebelumnya pada turnamen Swedia Open King bisa membungkan Delfs.

Awal sukses prestasi King pada kancah All England di mulai pada saat usianya menginjak 22 tahun. Di tahun kelima ia menjejakkan kali di All England pada 1978, King sedang dalam kondisi terbaiknya. Langganan juara All England yang tidak lain adalah seniornya, Rudy Hartono di babatnya pada partai puncak. King akhirnya mampu mensejajarkan dirinya dari para pendahulunya dan menjadi tunggal putra ke tiga yang bisa meraih gelar juara tunggal putra setelah Tan Joe Hok dan Rudy Hartono.

Di tahun 1979, King di kepung oleh pemain-pemain Denmark. Mulai dari babak perempat final sampai babak final, ia harus menghadapi pemain-pemain Denmark. Bahkan pada babak semifinal, Denmark berhasil menempatkan 3 pemain, dan King menjadi satu-satunya pemain di luar Denmark. Pemain Denmark yang dikalahkan King sebelum menuju partai puncak adalah Stefen Fledberg. King menundukkannya dengan 15-8, 15-5 pada babak perempat final. Morten Frost Hansen menjadi pemain Denmark kedua yang dihentikan King pada babak semifinal. Di partai puncak Fleming Delfs di hajar King hanya dengan dua set langsung yakni 15-7, 15-8. King sukses mempertahankan gelar juara tunggal putra All England.

Di tahun 1980, King tersandung kerikil tajam. King harus menelan pil pahit bukan dari musuh-musuhnya asal Denmark, tetapi justru dari pemain India, Prakash Padukone yang belum pernah sekalipun menang dari empat pertemuan mereka sebelumnya. Sebelumnya di babak perempat final salah satu musuh abadinya Thomas Kihlstroem di hentikanya dengan 15-9, 15-7. Musuh abadinya yang lain yang juga berasal dari Denmark Fleming Delfs bertekuk lutut di tangannya dengan 15-5, 15-8 pada babak semifinal. Sialnya pada babak final saat bertemu Prakash Padukone permainan King tidak berjalan. Set pertama King banyak melakukan kesalahan sendiri. Praktis angka yang di dapat permain India, di peroleh dari kesalahan yang dibuat King. Hanya dalam waktu 14 menit King menyerah dengan 3-15. King sempat membuat harapan di set kedua. Permainannya mulai membaik. Tetapi Dewi Fortuna lepas dari genggamannya. King menyerah dengan 12-15. Inilah kali pertama India bisa membawa pulang gelar juara dan sekaligus kali pertama buat Prakash Padukone bisa menang dari King.

Tekad membara di dada King untuk bisa membawa pulang kembali gelar juara All England semakin kuat. Di tahun 1981, King sengaja untuk untuk tidak ikut dalam turnamen pemanasan menjelang All England, seperti Denmark Open dan Swedia Open. King berkonsentrasi pada usahanya memboyong kembali gelar juara All England. Babak semifinal dilaluinya dengan mengalahkan Morten Frost Hansen dengan 15-8, 15-5. Di partai penentuan, kembali King bertemu dengan lawan yang mengalahkannya pada tahun lalu, Prakash Padukone asal India. King tak menyia-nyiakan kesempatan emas untuk bisa membalas sakit hatinya pada tahun lalu. King membuat pemain India ini menyerah meski bisa bermain rubber game dengan 11-15, 15-7, 15-8 dan mengantarnya merebut kembali gelar juara All England.

Di tahun 1982 King kembali memilih tak bertanding di Denmark dan Swedia Open. Ia langsung terbang ke Inggris untuk mengikuti All Englandnya yang ke sembilan. King berada pada grup bersama Morten Frost Hansen (Denmark), Han Jian (China) dan Chen Changjie (China). Di babak pertama ia menang atas C. Luberd (Swedia) dengan 15-5, 15-1. Li Yongbo (China) menjadi korban berikutnya dengan 15-3, 15-8 dibabak kedua. Unggulan ketiga Chen Changjie (China) dipaksa menyerah dengan skor 15-1, 17-16 di babak perdelapan final. Lawan berikutnya di babak perempatfinal, pemain Malaysia Misbun Sidek. Jagoh kampong ini takluk di tangan King dengan 15-3, 15-9. Langkah King terhenti di babak semifinal di tangan salah satu musuh bebuyutannya Morten Frost Hansen asal Denmark

Cedera otot leher membuat King urung berangkat pada All England tahun 1983. Ia merasa otot leher kirinya sulit digerakkan, bahkan saat berlaripun lehernya terasa sakit.

King kembali mencoba keberuntungan pada laga ke sepuluh di arena All England tahun 1984. Di awali kemenangan atas Misbun Sidek pada babak perdelapan final dengan 15-3, 15-7. King bertemu dengan pemain muda China Yang Yang di babak perempat final. Tanpa ampun King menghajar Yang Yang untuk kedua kalinya dengan 15-12, 15-10. Hanya dalam waktu 22 menit, King kembali menggilas lawannya di babak semifinal, yakni Michael Kjeldsen dengan 15-5, 15-1. King akhirnya mampu berada di partai pamungkas untuk ke tujuh kalinya dan lagi-lagi harus menghadapi Morten Frost Hansen (Denmark). Tanpa kesulitan King merebut set pertama degan 15-9. Hansen ganti merebut set kedua dengan 10-15. Pada set penentuan King menyerah di tangan Hansen dengan 10-15. Dengan hasil ini Morten berhasil merebut gelar juara untuk kedua kalinya.

King masih sempat mengikuti All England pada tahun 1985 dengan hasil menjadi semifinalis sebelum akhirnya kandas di tangan pemain Chna Zhao Jianhua.

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates